SMS Kampanye Partai Tidak Menggunakan REG-UNREG

20.21 Diposting oleh Herry Bong

Peraturan SMS Kampanye yang baru disahkan kemarin, ternyata tak menggunakan mekanisme REG (register/ mendaftar) & UNREG (unregister/ mengakhiri pendaftaran).

Maksudnya, pelanggan akan dengan otomatis menerima pesan kampanye lewat SMS, tanpa harus melakukan registrasi ke nomor tertentu seperti mekanisme REG pada SMS premium yang kita ketahui.


Namun, seperti yang diatur pada pasal sembilan, Operator jasa telekomunikasi (operator) bersama penyelenggara Content Provider wajib menyediakan fasilitas bagi pelanggan untuk menolak penerimaan pesan kampanye Pemilu.

Artinya, operator dan penyedia konten boleh melakukan SMS broadcast berisi SMS kampanye, kepada seluruh pelanggannya, untuk pertama kali. Namun, pesan kampanye itu juga harus menyediakan fasilitas yang membolehkan pelanggan untuk menolak pesan kampanye selanjutnya.

Kemudian, bila pelanggan menolak menerima SMS kampanye, sesuai pasal 9 ayat 2, “Pelaksana Kampanye Pemilu, Tim Kampanye Pemilu, penyelenggara jasa telekomunikasi dan atau penyelenggara konten dilarang melakukan pengiriman pesan kampanye Pemilu berikutnya.”

Selain itu, peraturan tersebut juga melarang isi pesan kampanye SMS yang mempermasalahkan dasar negara, membahayakan keutuhan negara, menghina suku, agama, ras, dan golongan tertentu, menghasut, mengadu domba, mengganggu ketertiban umum, mengancam atau menganjurkan kekerasan, atau menjanjikan uang.

Operator dan penyedia konten juga dilarang membagikan data nomor pelanggan, melakukan penggalangan dana pemilu lewat jasa telekomunikasi, dan melakukan diskriminasi terhadap masing-masing peserta pemilu. Adapun sanksi peraturan menteri ini, merujuk kepada peraturan dan perundangan yang sudah berlaku sebelumnya.

Menurut Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Heru Sutadi, peraturan ini mengklasifikasikan pelanggaran pada dua wilayah. Yang pertama adalah pelanggaran kampanye, dan yang kedua, pelanggaran penggunaan jaringan telekomunikasi.

Pelanggaran kampanye, menurut Heru, akan diusut oleh badan pengawas pemilu atau polisi, sesuai dengan UU No 19 2008 tentang Pemilu dan UU No 42 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. “Pelanggaran jenis ini bukan wilayah kami, melainkan wilayah pengawas pemilu,” ujar Heru, Kamis 5 Februari 2009, melalui sambungan telepon.

BRTI, kata Heru, akan mengawasi SMS kampanye dari sisi penggunaan jasa telekomunikasi. Bila terjadi pelanggaran, pengawas pemilu akan meminta BRTI untuk menindaklanjuti pelanggaran itu dari sisi operator dan penyedia konten.

Adapun pelanggaran penggunaan jaringan telekomunikasi, kata Heru, mengacu pada peraturan dan perundangan telekomunikasi yang sudah ada, antara lain UU No 36 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Menteri No 1 2009 tentang SMS Jasa Pesan Premium dan Jasa Pesan Singkat (SMS).

Sesuai peraturan itu, bagi operator yang secara sengaja memberikan data nomor telepon pelanggan kepada parpol tertentu, misalnya, akan dikenai tuntutan pidana penjara selama 2 tahun dan atau denda paling banyak Rp 200 juta rupiah.

Sementara penyelenggara konten yang melakukan pelanggaran peraturan SMS Kampanye, akan dikenakan sanksi pencabutan izin dan larangan menyelenggarakan jasa pesan premium, bila tak mengindahkan tiga kali peringatan sebelumnya.

Peraturan SMS kampanye sudah digodog sejak tahun lalu. Aturan ini mengalami proses yang panjang salah satunya karena kurang mendapat respon masukan dari para peserta pemilu.

Dari 38 partai peserta pemilu, hanya dua partai kecil (Partai Patriot Pancasila dan Partai Sarikat Indonesia) yang memberi masukan kepada Depkominfo, sebelum akhirnya aturan itu diteken Menteri Mohammad Nuh, kemarin.